Kamis, 21 April 2011

TULISAN HUBUNGAN DEMOKRASI INDONESIA DENGAN RULE OF LAW


RULE OF LAW
DAFTAR ISTILAH KUNCI
·    DGHE    =      Directorate General of Higher Education (Direktorat jenderal dari/tentang pendidikan lebih tinggi)
·    Rule of Law    =     Penegakan hukum
·    Doktrin    =      Ajaran dari suatu rezim yang dianggap benar sehingga harus    dipatuhi
·    HELTS    =      Higher Education Long Term Strategy (Pendidikan lebih tinggi strategi jangka panjang)
·    Isu    =    Berita yang belum tentu kebenarannya sehingga harus dibuktikan
·    Kompetensi    =    Seperangkat tindakan cerdas yang harus dimiliki peserta didik
·    Visi    =    Tujuan jangka panjang yang ingin dicapai
·    Misi    =    Penjabaran operasional dari visi
·    Premis    =    Pernyataan awal dari suatu fakta
A.    Latar Belakang Rule of Law
Latar belakang kelahiran rule of law:
1.    Diawali oleh adanya gagasan untuk melakukan pembatasan kekuasaan pemerintahan Negara.
2.    Sarana yang dipilih untuk maksud tersebut yaitu Demokrasi Konstitusional.
3.    Perumusan yuridis dari Demokrasi Konstitusional adalah konsepsi negara hukum.
Rule of law adalah doktrin hukum yang muncul pada abad ke 19, seiring degan negara konstitusi dan demokrasi. Rule of law adalah konsep tentang common law yaitu seluruh aspek negara menjunjung tinggi supremasi hukum yang dibangun diatas prinsip keadilan dan egalitarian. Rule of law adalah rule by the law bukan rule by the man.
Unsure-unsur rule of law menurut A.V. Dicey terdiri dari:
-    Supremasi aturan-aturan hukum.
-    Kedudukan yang sama didalam menghadapi hukum.
-    Terjaminnya hak-hak asasi manusia oleh undang-undang serta keputusan-keputusan pengadilan.
Syarat-syarat dasar untuk terselenggaranya pemerintahan yang demokrasi menurut rule of law adalah:
5.    Adanya perlindungan konstitusional.
6.    Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak.
7.    Pemilihan umum yang bebas.
8.    Kebebasan untuk menyatakan pendapat.
9.    Kebebasan untuk berserikat/berorganisasi dan beroposisi.
10.    Pendidikan kewarganegaraan.
Ada tidaknya rule of law pada suatu negara ditentukan oleh “kenyataan”, apakah rakyat menikmati keadilan, dalam arti perlakuan adil, baik sesame warga Negara maupun pemerintah.
Untuk membangun kesadaran di masyarakat maka perlu memasukan materi instruksional rule of law sebagai salah satu materi di dalam mata kuliah Pendidikan Kewareganegaraan (PKn). PKn adalah desain baru kurikulum inti di PTU yang menjunjung pencapaian Visi Indonesia 2020 (Tap. MPR No. VII/MPR/2001) dan Visi Pendidikan Tinggi 2010 (HELTS 2003-2010-DGHE). Materinya merupakan bentuk penjabaran UU No. 2 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
B.    Pengertian Rule of Lau
Friedman (1959) membedakan rule of law menjadi dua yaitu:
Pertama, pengertian secara formal (in the formal sence) diartikan sebagai kekuasaan umum yang terorganisasi (organized public power), misalnya nrgara. Kedua, secara hakiki/materiil (ideological sense), lebih menekankan pada cara penegakannya karena menyangkut ukuran hukum yang baik dan buruk (just and unjust law). Rule of law terkait erat dengan keadilan sehingga harus menjamin keadilan yang dirasakan oleh masyarakat.
Rule of law merupakan suatu legalisme sehingga mengandung gagasan bahwa keadilan dapat dilayani melalui pembuatan system peraturan dan prosedur yang objektif, tidak memihak, tidak personal dan otonom.
C.    Prinsip-prinsip Rule of Law di Indonesia
● Prinsip-prinsip rule of law secara formal tertera dalam pembukaan UUD 1945 yang menyatakan:
a.    bahwa kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa,…karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan “eri keadilan”;
b.    …kemerdekaan Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, “adil” dan makmur;
c.    …untuk memajukan “kesejahteraan umum”,…dan “keadilan social”;
d.    …disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu “Undang-Undang Dasar Negara Indonesia”;
e.    “…kemanusiaan yang adil dan beradab”;
f.    …serta dengan mewujudkan suatu “eadilan social” bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dengan demikian inti rule of law adalah jaminan adanya keadilan bagi masyarakat terutama keadilan social.
Penjabaran prinsip-prinsip rule of law secara formal termuat didalam pasal-pasal UUD 1945, yaitu a. Negara Indonesia adalah negara hukum (pasal 1 ayat 3), b. Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggaraakan peradilan guna menegakan hokum dan keadilan (pasal 24 ayat 1), c. Segala warga Negara bersamaan kedudukanya didalam hokum dan pemerintahan, serta menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya (pasal 27 ayat 1), d. Dalam Bab X A Tentang Hak Asasi Manusia, memuat 10 pasal, antara lain bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama dihadapan hokum (pasal 28 D ayat 1), dan e. Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja (pasal 28 D ayat 2).
● Prinsip-prinsip rule of law secara hakiki (materiil) erat kaitannya dengan (penyelenggaraan menyangkut ketentuan-ketentuan hukum) “the enforcement of the rules of law” dalam penyelenggaraan pemerintahan, terutama dalam penegakan hukum dan implementasi prinsip-prinsip rule of law.
Berdasarkan pengalaman berbagai Negara dan hasil kajian, menunjukan keberhasilan “the enforcement of the rules of law” bergantung pada kepribadian nasional setiap bangsa (Sunarjati Hartono: 1982). Hal ini didukung kenyataan bahwa rule of law merupakan institusi social yang memiliki struktur sosiologis yang khas dan mempunyai akar budayanya yang khas pula. Karena bersifat legalisme maka mengandung gagasan bahwa keadilan dapat dilayani dengan pembuatan system peraturan dan prosedur yang sengaja bersufat objektif, tidak memihak, tidak personal dan otonom.
Secara kuantitatif, peraturan perundang-undangan yang terkait rule of law telah banyak dihasilkan di Indonesia, tetapi implementasinya belum mencapai hasil yang optimal sehingga rasa keadilan sebagai perwujudan pelaksanaan rule of law belum dirasakan dimasyarakat.
D.    Strategi Pelaksanaan (Pengembangan) Rule of Law
Agar pelaksanaan rule of law bias berjalan dengan yang diharapkan, maka:
a.    Keberhasilan “the enforcement of the rules of law” harus didasarkan pada corak masyarakat hukum yang bersangkutan dan kepribadian masing-masing setiap bangsa.
b.    Rule of law yang merupakan intitusi sosial harus didasarkan pada budaya yang tumbuh dan berkembang pada bangsa.
c.    Rule of law sebagai suatu legalisme yang memuat wawasan social, gagasan tentang hubungan antar manusia, masyarakat dan negara, harus ditegakan secara adil juga memihak pada keadilan.
Untuk mewujudkannya perlu hukum progresif (Setjipto Raharjo: 2004), yang memihak hanya pada keadilan itu sendiri, bukan sebagai alat politik atau keperluan lain. Asumsi dasar hokum progresif bahwa ”hukum adalah untuk manusia”, bukan sebaliknya. Hukum progresif  memuat kandungan moral yang kuat.
Arah dan watak hukum yang dibangun harus dalam hubungan yang sinergis dengan kekayaan yang dimiliki bangsa yang bersangkutan atau “back to law and order”, kembali pada hukum dan ketaatan hukum negara yang bersangkutan itu.
Adapun negara yang merupakan negara hukum memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1.    Ada pengakuan dan perlindungan hak asasi.
2.    Ada peradilan yang bebas dan tidak memihak serta tidak terpengaruh oleh kekuasaan atau kekuatan apapun.
3.    Legalitas terwujud dalam segala bentuk.
Contoh: Indonesia adalah salah satu Negara terkorup di dunia (Masyarakat Transparansi Internasional: 2005).
Beberapa kasus dan ilustrasi dalam penegakan rule of law antara lain:
o    Kasus korupsi KPU dan KPUD;
o    Kasus illegal logging;
o    Kasus dan reboisasi hutan yang melibatkan pejabat Mahkamah Agung (MA);
o    Kasus-kasus perdagangan narkoba dan psikotripika ;
o    Kasus perdagangan wanita dan anak.

SUB POKOK DEMOKRASI

PRINSIP POKOK DEMOKRASI PANCASILA
Prinsip merupakan kebenaran yang pokok/dasar orang berfikir, bertindak dan lain sebagainya. Dalam menjalankan prinsip-prinsip demokrasi secara umum, terdapat 2 landasan pokok yang menjadi dasar yang merupakan syarat mutlak untuk harus diketahui oleh setiap orang yang menjadi pemimpin negara/rakyat/masyarakat/organisasi/partai/keluarga, yaitu:
1. Suatu negara itu adalah milik seluruh rakyatnya, jadi bukan milik perorangan atau milik suatu keluarga/kelompok/golongan/partai, dan bukan pula milik penguasa negara.
2. Siapapun yang menjadi pemegang kekuasaan negara, prinsipnya adalah selaku pengurusa rakyat, yaitu harus bisa bersikap dan bertindak adil terhadap seluruh rakyatnya, dan sekaligus selaku pelayana rakyat, yaitu tidak boleh/bisa bertindak zalim terhadap tuannyaa, yakni rakyat.
Adapun prinsip pokok demokrasi Pancasila adalah sebagai berikut:
1. Pemerintahan berdasarkan hukum: dalam penjelasan UUD 1945 dikatakan:
a. Indonesia ialah negara berdasarkan hukum (rechtstaat) dan tidak berdasarkan kekuasaan belaka (machtstaat),
b. Pemerintah berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar) tidak bersifat absolutisme (kekuasaan tidak terbatas),
c. Kekuasaan yang tertinggi berada di tangan MPR.
2. Perlindungan terhadap hak asasi manusia,
3. Pengambilan keputusan atas dasar musyawarah,
4. Peradilan yang merdeka berarti badan peradilan (kehakiman) merupakan badan yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan kekuasaan lain contoh Presiden, BPK, DPR, DPA atau lainnya,
5. adanya partai politik dan organisasi sosial politik karena berfungsi Untuk menyalurkan aspirasi rakyat,
6. Pelaksanaan Pemilihan Umum;
7. Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR (pasal 1 ayat 2 UUD 1945),
8. Keseimbangan antara hak dan kewajiban,
9. Pelaksanaan kebebasan yang bertanggung jawab secara moral kepada Tuhan YME, diri sendiri, masyarakat, dan negara ataupun orang lain,
10. Menjunjung tinggi tujuan dan cita-cita Nasional.
III. CIRI-CIRI DEMOKRASI PANCASILA
Dalam bukunya, Pendidikan Pembelajaran dan Penyebaran Kewarganegaraan, Idris Israil (2005:52-53) menyebutkan ciri-ciri demokrasi Indonesia sebagai berikut:
1. Kedaulatan ada di tangan rakyat.
2. Selalu berdasarkan kekeluargaan dan gotong-royong.
3. Cara pengambilan keputusan melalui musyawarah untuk mencapai mufakat.
4. Tidak kenal adanya partai pemerintahan dan partai oposisi.
5. Diakui adanya keselarasan antara hak dan kewajiban.
6. Menghargai hak asasi manusia.
7. Ketidaksetujuan terhadap kebijaksanaan pemerintah dinyatakan dan disalurkan melalui wakil-wakil rakyat. Tidak menghendaki adanya demonstrasi dan pemogokan karena merugikan semua pihak.
8. Tidak menganut sistem monopartai.
9. Pemilu dilaksanakan secara luber.
10. Mengandung sistem mengambang.
11. Tidak kenal adanya diktator mayoritas dan tirani minoritas.
12. Mendahulukan kepentingan rakyat atau kepentingan umum
.
 SUMBER : http://www.facebook.com/topic.php?uid=56406389883&topic=7337

DEMOKRASI PANCASILA

Pengertian Demokrasi Pancasila
Istilah "demokrasi" berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem "demokrasi" di banyak negara.
Kata "demokrasi" berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara. (Sejarah dan Perkembangan Demokrasi, http://www.wikipedia.org)
Menurut Wikipedia Indonesia, demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warga negara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.
Demokrasi yang dianut di Indonesia, yaitu demokrasi berdasarkan Pancasila, masih dalam taraf perkembangan dan mengenai sifat-sifat dan ciri-cirinya terdapat berbagai tafsiran serta pandangan. Tetapi yang tidak dapat disangkal ialah bahwa beberapa nilai pokok dari demokrasi konstitusionil cukup jelas tersirat di dalam Undang Undang Dasar 1945. Selain dari itu Undang-Undang Dasar kita menyebut secara eksplisit 2 prinsip yang menjiwai naskah itu dan yang dicantumkan dalam penjelasan mengenai Sistem Pemerintahan Negara, yaitu:
1. Indonesia ialah negara yang berdasarkan atas hukum (Rechstaat).
Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (Machstaat).
2. Sistem Konstitusionil
Pemerintahan berdasarkan atas Sistem Konstitusi (Hukum Dasar), tidak bersifat Absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas). Berdasarkan 2 istilah Rechstaat dan sistem konstitusi, maka jelaslah bahwa demokrasi yang menjadi dasar dari Undang-Undang Dasar 1945, ialah demokrasi konstitusionil. Di samping itu corak khas demokrasi Indonesia, yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilana, dimuat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar.
Dengan demikian demokrasi Indonesia mengandung arti di samping nilai umum, dituntut nilai-nilai khusus seperti nilai-nilai yang memberikan pedoman tingkah laku manusia Indonesia dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, sesama manusia, tanah air dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, pemerintah dan masyarakat, usaha dan krida manusia dalam mengolah lingkungan hidup. Pengertian lain dari demokrasi Indonesia adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan bertujuan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (demokrasi pancasila). Pengertian tersebut pada dasarnya merujuk kepada ucapan Abraham Lincoln, mantan presiden Amerika Serikat, yang menyatakan bahwa demokrasi suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, berarti pula demokrasi adalah suatu bentuk kekuasaan dari รข€“ oleh untuk rakyat. Menurut konsep demokrasi, kekuasaan menyiratkan arti politik dan pemerintahan, sedangkan rakyat beserta warga masyarakat didefinisikan sebagai warga negara. Kenyataannya, baik dari segi konsep maupun praktik, demos menyiratkan makna diskriminatif. Demos bukan untuk rakyat keseluruhan, tetapi populus tertentu, yaitu mereka yang berdasarkan tradisi atau kesepakatan formal memiliki hak preogratif forarytif dalam proses pengambilan/pembuatan keputusan menyangkut urusan publik atau menjadi wakil terpilih, wakil terpilih juga tidak mampu mewakili aspirasi yang memilihnya. (Idris Israil, 2005:51)
Secara ringkas, demokrasi Pancasila memiliki beberapa pengertian sebagai berikut:
  1. Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang berdasarkan kekeluargaan dan gotong-royong yang ditujukan kepada kesejahteraan rakyat, yang mengandung unsur-unsur berkesadaran religius, berdasarkan kebenaran, kecintaan dan budi pekerti luhur, berkepribadian Indonesia dan berkesinambungan.
  2. Dalam demokrasi Pancasila, sistem pengorganisasian negara dilakukan oleh rakyat sendiri atau dengan persetujuan rakyat.
  3. Dalam demokrasi Pancasila kebebasan individu tidak bersifat mutlak, tetapi harus diselaraskan dengan tanggung jawab sosial.
  4. Dalam demokrasi Pancasila, keuniversalan cita-cita demokrasi dipadukan dengan cita-cita hidup bangsa Indonesia yang dijiwai oleh semangat kekeluargaan, sehingga tidak ada dominasi mayoritas atau minoritas.
II. Prinsip Pokok Demokrasi Pancasila
Prinsip merupakan kebenaran yang pokok/dasar orang berfikir, bertindak dan lain sebagainya. Dalam menjalankan prinsip-prinsip demokrasi secara umum, terdapat 2 landasan pokok yang menjadi dasar yang merupakan syarat mutlak untuk harus diketahui oleh setiap orang yang menjadi pemimpin negara/rakyat/masyarakat/organisasi/partai/keluarga, yaitu:
1. Suatu negara itu adalah milik seluruh rakyatnya, jadi bukan milik perorangan atau milik suatu keluarga/kelompok/golongan/partai, dan bukan pula milik penguasa negara.
2. Siapapun yang menjadi pemegang kekuasaan negara, prinsipnya adalah selaku pengurusa rakyat, yaitu harus bisa bersikap dan bertindak adil terhadap seluruh rakyatnya, dan sekaligus selaku pelayana rakyat, yaitu tidak boleh/bisa bertindak zalim terhadap tuannyaa, yakni rakyat.
Adapun prinsip pokok demokrasi Pancasila adalah sebagai berikut:
1. Pemerintahan berdasarkan hukum: dalam penjelasan UUD 1945 dikatakan:
a. Indonesia ialah negara berdasarkan hukum (rechtstaat) dan tidak berdasarkan kekuasaan belaka (machtstaat),
b. Pemerintah berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar) tidak bersifat absolutisme (kekuasaan tidak terbatas),
c. Kekuasaan yang tertinggi berada di tangan MPR.
2. Perlindungan terhadap hak asasi manusia,
3. Pengambilan keputusan atas dasar musyawarah,
4. Peradilan yang merdeka berarti badan peradilan (kehakiman) merupakan badan yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan kekuasaan lain contoh Presiden, BPK, DPR, DPA atau lainnya,
5. adanya partai politik dan organisasi sosial politik karena berfungsi Untuk menyalurkan aspirasi rakyat,
6. Pelaksanaan Pemilihan Umum;
7. Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR (pasal 1 ayat 2 UUD 1945),
8. Keseimbangan antara hak dan kewajiban,
9. Pelaksanaan kebebasan yang bertanggung jawab secara moral kepada Tuhan YME, diri sendiri, masyarakat, dan negara ataupun orang lain,
10. Menjunjung tinggi tujuan dan cita-cita Nasional.
III. Ciri-ciri Demokrasi Pancasila
Dalam bukunya, Pendidikan Pembelajaran dan Penyebaran Kewarganegaraan, Idris Israil (2005:52-53) menyebutkan ciri-ciri demokrasi Indonesia sebagai berikut:
1. Kedaulatan ada di tangan rakyat.
2. Selalu berdasarkan kekeluargaan dan gotong-royong.
3. Cara pengambilan keputusan melalui musyawarah untuk mencapai mufakat.
4. Tidak kenal adanya partai pemerintahan dan partai oposisi.
5. Diakui adanya keselarasan antara hak dan kewajiban.
6. Menghargai hak asasi manusia.
7. Ketidaksetujuan terhadap kebijaksanaan pemerintah dinyatakan dan disalurkan melalui wakil-wakil rakyat. Tidak menghendaki adanya demonstrasi dan pemogokan karena merugikan semua pihak.
8. Tidak menganut sistem monopartai.
9. Pemilu dilaksanakan secara luber.
10. Mengandung sistem mengambang.
11. Tidak kenal adanya diktator mayoritas dan tirani minoritas.
12. Mendahulukan kepentingan rakyat atau kepentingan umum.
IV. Sistem Pemerintahan Demokrasi Pancasila
Landasan formil dari periode Republik Indonesia III ialah Pancasila, UUD 45 serta Ketetapan-ketetapan MPRS. Sedangkan sistem pemerintahan demokrasi Pancasila menurut prinsip-prinsip yang terkandung di dalam Batang Tubuh UUD 1945 berdasarkan tujuh sendi pokok, yaitu sebagai berikut:
1. Indonesia ialah negara yang berdasarkan hukum
Negara Indonesia berdasarkan hukum (Rechsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machsstaat). Hal ini mengandung arti bahwa baik pemerintah maupun lembaga-lembaga negara lainnya dalam melaksanakan tindakan apapun harus dilandasi oleh hukum dan tindakannya bagi rakyat harus ada landasan hukumnya. Persamaan kedudukan dalam hukum bagi semua warga negara harus tercermin di dalamnya.
2. Indonesia menganut sistem konstitusional
Pemerintah berdasarkan sistem konstitusional (hukum dasar) dan tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang mutlak tidak terbatas). Sistem konstitusional ini lebih menegaskan bahwa pemerintah dalam melaksanakan tugasnya dikendalikan atau dibatasi oleh ketentuan konstitusi, di samping oleh ketentuan-ketentuan hukum lainnya yang merupakan pokok konstitusional, seperti TAP MPR dan Undang-undang.
3. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai pemegang kekuasaan negara yang tertinggi
Seperti telah disebutkan dalam pasal 1 ayat 2 UUD 1945 pada halaman terdahulu, bahwa (kekuasaan negara tertinggi) ada di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR. Dengan demikian, MPR adalah lembaga negara tertinggi sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia. Sebagai pemegang kekuasaan negara yang tertinggi MPR mempunyai tugas pokok, yaitu:
a. Menetapkan UUD;
b. Menetapkan GBHN; dan
c. Memilih dan mengangkat presiden dan wakil presiden
Wewenang MPR, yaitu:
a. Membuat putusan-putusan yang tidak dapat dibatalkan oleh lembaga negara lain, seperti penetapan GBHN yang pelaksanaannya ditugaskan kepada Presiden;
b. Meminta pertanggungjawaban presiden/mandataris mengenai pelaksanaan GBHN;
c. Melaksanakan pemilihan dan selanjutnya mengangkat Presiden dan Wakil Presiden;
d. Mencabut mandat dan memberhentikan presiden dalam masa jabatannya apabila presiden/mandataris sungguh-sungguh melanggar haluan negara dan UUD;
e. Mengubah undang-undang.
4. Presiden adalah penyelenggaraan pemerintah yang tertinggi di bawah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Di bawah MPR, presiden ialah penyelenggara pemerintah negara tertinggi. Presiden selain diangkat oleh majelis juga harus tunduk dan bertanggung jawab kepada majelis. Presiden adalah Mandataris MPR yang wajib menjalankan putusan-putusan MPR.
5. Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi DPR mengawasi pelaksanaan mandat (kekuasaan pemerintah) yang dipegang oleh presiden dan DPR harus saling bekerja sama dalam pembentukan undang-undang termasuk APBN. Untuk mengesahkan undang-undang, presiden harus mendapat persetujuan dari DPR. Hak DPR di bidang legislative ialah hak inisiatif, hak amandemen, dan hak budget.
Hak DPR di bidang pengawasan meliputi:
a. Hak tanya/bertanya kepada pemerintah;
b. Hak interpelasi, yaitu meminta penjelasan atau keterangan kepada pemerintah;
c. Hak Mosi (percaya/tidak percaya) kepada pemerintah;
d. Hak Angket, yaitu hak untuk menyelidiki sesuatu hal;
e. Hak Petisi, yaitu hak mengajukan usul/saran kepada pemerintah.
6. Menteri Negara adalah pembantu presiden, Menteri Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR
Presiden memiliki wewenang untuk mengangkat dan memberhentikan menteri negara. Menteri ini tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi kepada presiden. Berdasarkan hal tersebut, berarti sistem kabinet kita adalah kabinet kepresidenan/presidensil.
Kedudukan Menteri Negara bertanggung jawab kepada presiden, tetapi mereka bukan pegawai tinggi biasa, menteri ini menjalankan kekuasaan pemerintah dalam prakteknya berada di bawah koordinasi presiden.
7. Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas
Kepala Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi ia bukan diktator, artinya kekuasaan tidak tak terbatas. Ia harus memperhatikan sungguh-sungguh suara DPR. Kedudukan DPR kuat karena tidak dapat dibubarkan oleh presiden dan semua anggota DPR merangkap menjadi anggota MPR. DPR sejajar dengan presiden.
V. Fungsi Demokrasi Pancasila
Adapun fungsi demokrasi Pancasila adalah sebagai berikut:
1. Menjamin adanya keikutsertaan rakyat dalam kehidupan bernegara
Contohnya:
a. Ikut menyukseskan Pemilu;
b. Ikut menyukseskan Pembangunan;
c. Ikut duduk dalam badan perwakilan/permusyawaratan.
2. Menjamin tetap tegaknya negara RI,
3. Menjamin tetap tegaknya negara kesatuan RI yang mempergunakan sistem konstitusional,
4. Menjamin tetap tegaknya hukum yang bersumber pada Pancasila,
5. Menjamin adanya hubungan yang selaras, serasi dan seimbang antara lembaga negara,
6. Menjamin adanya pemerintahan yang bertanggung jawab,
Contohnya:
a. Presiden adalah Mandataris MPR,
b. Presiden bertanggung jawab kepada MPR.
VI. Beberapa Perumusan Mengenai Demokrasi Pancasila

DEMOKRASI BERDASARKAN WEWENANG DAN HUB.ANTAR ALAT KELENGKAPAN NEGARA


Menurut dasar wewenang dan hubungan antara alat kelengkapan negara, demokrasi dibedakan   atas :
·                     Demokrasi Sistem Parlementer
·                     Demokrasi Sistem Presidensial
Model Demokrasi :
1. Model Demokrasi berwawasan radikal (radical democracy) adalah demokrasi yang di tandai dengan kuatnya pandangan bahwa hak-hak setiap warga negara dilindungi dengan prinsip persamaan di depan hukum.
2. Model Demokrasi berwawsan Liberal Merupakan demokrasi yang lebih menekankan pada pengakuan terhadap hak-hak warga negara, baik sebagai individu maupun anggota masyarakat.
3. Model Demokrasi Klasik Athena.
4. Model Demokrasi Republikanisme Protektif dan republika-nisme perkembangan.
5. Model Demokrasi Protektif dan Demokrasi Fundamental.
6. Model Demokrasi Langsung, yang menempatkan tiap individu memilih dan merealisasikan keinginan sesuai dengan apa yang mereka butuhkan.
7. Model Demokrasi Kompetisi Elit, yang berisi metode pemilihan elite politik yang mampu mengambil keputusan yang diperlukan.
8. Model Pluralisme, yaitu mementingkan kebebasan politik bagi minoritas.
9. Model Demokrasi Legal, yang mementingkan prinsip mayoritas yang mampu berfungsi dengan pantas dan bijak.
10. Model Demokrasi Partisipatif .
11. Model emokrasi Deliberatif.
12. Model Otonomi demokrasi dan demo-krasi kosmopoliyan, yaitu demokrasi yang mementingkan kesetaraan dalam sebuah komunitas nasib yang saling melengkapi.
13. Model Demokrasi Terpimpin
14. Model Demokrasi Pancasila.

SUMBER:
 http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/04/demokrasi-berdasarkan-wewenanghub-antara-kelengkapan-warga-negara/

DEMOKRASI BERDASARKAN ASPEK,PRINSIP,IDEOLOGI


PRINSIP
1. Pengertian Demokrasi

Secara etimologis, demokrasi berasal bahasa Yunani, yaitu demos yang berarti rakyat atau penduduk dan cratein yang berarti kekuasaan atau kedaulatan. Dengan demikian, secara bahasa demokrasi adalah keadaan negara di mana kedaulatan atau kekuasaan tertingginya berada di tangan rakyat. Konsep demokrasi diterima oleh hampir seluruh negara di dunia. Diterimanya konsep demokrasi disebabkan oleh keyakinan mereka bahwa konsep ini merupakan tata pemerintahan yang paling unggul dibandingkan dengan tata pemerintahan lainnya.
Demokrasi telah ada sejak zaman Yunani Kuno. Presiden Amerika Serikat ke-16, Abraham Lincoln mengatakan demokrasi adalah government of the people, by the people and for the people.

2. Macam-Macam Demokrasi

Menurut cara penyaluran kehendak rakyat, demokrasi dibedakan atas :
  • Demokrasi Langsung
  • Demokrasi Tidak Langsung
Menurut dasar prinsip ideologi, demokrasi dibedakan atas :
  • Demokrasi Konstitusional (Demokrasi Liberal)
  • Demokrasi Rakyat (Demokrasi Proletar)
Menurut dasar yang menjadi titik perhatian atau prioritasnya, demokrasi dibedakan atas :
  • Demokrasi Formal
  • Demokrasi Material
  • Demokrasi Campuran
Menurut dasar wewenang dan hubungan antara alat kelengkapan negara, demokrasi dibedakan atas :
  • Demokrasi Sistem Parlementer
  • Demokrasi Sistem Presidensial
3. Prinsip-Prinsip Demokrasi yang Berlaku Universal
Inu Kencana Syafiie merinci prinsip-prinsip demokrasi sebagai berikut, yaitu ; adanya pembagian kekuasaan, pemilihan umum yang bebas, manajemen yang terbuka, kebebasan individu, peradilan yang bebas, pengakuan hak minoritas, pemerintahan yang berdasarkan hukum, pers yang bebas, beberapa partai politik, konsensus, persetujuan, pemerintahan yang konstitusional, ketentuan tentang pendemokrasian, pengawasan terhadap administrasi negara, perlindungan hak asasi, pemerintah yang mayoritas, persaingan keahlian, adanya mekanisme politik, kebebasan kebijaksanaan negara, dan adanya pemerintah yang mengutamakan musyawarah.
Prinsip-prinsip negara demokrasi yang telah disebutkan di atas kemudian dituangkan ke dalam konsep yang lebih praktis sehingga dapat diukur dan dicirikan. Ciri-ciri ini yang kemudian dijadikan parameter untuk mengukur tingkat pelaksanaan demokrasi yang berjalan di suatu negara. Parameter tersebut meliputi empat aspek.Pertama, masalah pembentukan negara. Proses pembentukan kekuasaan akan sangat menentukan bagaimana kualitas, watak, dan pola hubungan yang akan terbangun. Pemilihan umum dipercaya sebagai salah satu instrumen penting yang dapat mendukung proses pembentukan pemerintahan yang baik. Kedua, dasar kekuasaan negara. Masalah ini menyangkut konsep legitimasi kekuasaan serta pertanggungjawabannya langsung kepada rakyat. Ketiga, susunan kekuasaan negara. Kekuasaan negara hendaknya dijalankan secara distributif. Hal ini dilakukan untuk menghindari pemusatan kekuasaan dalam satu tangan..Keempat, masalah kontrol rakyat. Kontrol masyarakat dilakukan agar kebijakan yang diambil oleh pemerintah atau negara sesuai dengan keinginan rakyat.

PRINSIP-PRINSIP DEMOKRASI PANCASILA

1.Prinsip-prinsip Demokrasi Pancasila
Ahmad Sanusi mengutarakan 10 pilar demokrasi konstitusional Indonesia menurut Pancasila dan Undang-indang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, yang sebagai berikut:
a.Demokrasi yang Berketuhanan Yang maha Esa
b.Demokrasi dengan kecerdasan
c.Demokrasi yang berkedaulatan rakyat
d.Demokrasi dengan rule of law
e.Demokrasi dengan pemisahan kekuasaan Negara
f.Demokrasi dengan hak asasi manusia
g.Demokrasi dengan pengadilan yang merdeka
h.Demokrasi dengan otonomi daerah
i.Demokrasi dengan kemakmuran
j.Demokrasi yang berkeadilan social

Demokrasi Pancasila mendasarkan diri pada faham kekeluargaan dan Kegotong-royongan yang ditujukan untuk:
a. Kesejahteraan rakyat
b. Mendukung unsur-unsur kesadaran hak ber-ketuhanan Yang Maha Esa
c. Menolak atheisme
d. Menegakkan kebenaran yang berdasarkan kepada budi pekerti yang luhur
e. Mengembangkan kepribadian Indonesia
f. Menciptakan keseimbangan perikehidupan individu dan masyarakat, kasmani dan rohani, lahir dan bathin, hubungan manusia dengan sesamanya dan hubungan manusia dengan Tuhannya.



ASPEK
Aspek Demokrasi Pancasila
Berdasarkan pengertian dan Pendapat tentang demokrasi Pancasila dapat dikemukakan aspek- aspek yang terkandung di dalamnya.
a.       Aspek Material (Segi Isi/Subsrtansi)
Demokrasi Pancasila harus dijiwai dan diintegrasikan oleh sila-sila lainnya. Karena itulah, pengertian demokrasi pancasila tidak hanya merupakan demokrasi politik tetapi juga demokrasi ekonomi dan sosial (Lihat amandemen UUD 1945 dan penyelesaiannya dalam pasal 27,28.29,30,31, 32, 33. dan 34).
b.      Aspek Formal
Mempersoalkan proses dan cara rakyat menunjuk wakil-wakilnya dalam badan-badan perwakilan rakyat dan pemerintahan dan bagaimana mengatur permusyawaratan wakil-wakil rakyat secara bebas, terbuka, dan jujur untuk mencapai kesepakatan bersama.
c.       Aspek Normatif
Mengungkapkan seperangkat norma atau kaidah yang membimbing dan menjadikriteria pencapaian tujuan.
d.      Aspek Optatif
Mengetengahkan tujuan dan keinginan yang hendak dicapai.
e.      Aspek Organisasi
Mempersoalkan organisasi sebagai wadah pelaksaan demokrasi pancasila di mana wadah tersebut harus cocok dengan tujuan yang hendak dicapai.
f.        Aspek Kejiwaan
Menjadi semangat para penyelenggara negara dan semangant para pemimpin pemerintah.


IDEOLOGI

Seorang warga Athena tidak menterlantarkan negara demi kepentingan sendiri. Juga mereka diantara kita yang harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup, mampu merumuskan gagasan-gagasan politik yang jelas. Seseorang yang tidak mempunyai perhatian terhadap kepentingan umum, dimata kita tidak berbahaya, tetapi tidak berharga. Memang hanya sedikit diantara diantara kita yang menjadi peletak asas, tetapi kita semua mampu memberi penilaian yang tepat dari politik.
Setiap undang-undang yang tidak ditetapkan oleh rakyat sendiri, tidak ada harga; itu bukanlah undang-undang. Bangsa Inggris berpikir bahwa ia bebas, tetapi ia keliru; ia hanya bebas selama pemilihan anggauta-anggauta parlemen: begitu mereka terpilih, maka ia menjadi budak, tidak menjadi apa-apa lagi.
Ciri-ciri Demokrasi
Kata demokrasi, yang lahir di Yunani kira-kira 2500, sedianya berarti “penguasaan oleh rakyat”. Dari abad ke  abad ia menjadi bendera yang melindungi muatan yang sangat  berbeda-beda.
Dalam bab ini terutama dua pertanyaan yang akan dibahas. Apakah ciri-ciri demokrasi? Dan gejala-gejala yang berkaitan dengan tingkatan demokrasi? Barang siapa menginginkan demokrasi, maka ia tidak boleh mengabaikan kedua pertanyaan itu.
Bertolak dari arti purbakala dari kata itu, maka yang diartikan dalam buku ini dengan demokrais adalah cara pembentukan kebijaksanaan yang ada selama anggota-anggota suatu kelompok mempunyai kemungkinan untuk  mempengaruhi secara langsung atau tidak langsung isi, proses dan dampak dari kebijaksanaan kelompok itu. Maka demokrasi politik adalah demokrasi di dalam sistem politik.
Demokrasi adalah suatu cara pembentukan kebijaksanaan. Demokrasi bukan suatu ideologi. Sudah tentu ada bermacam-macam hubungan antara demokrasi dan ideologi-ideologi.
Demokrasi adalah suatu pengertian yang mempunyai tingkatan-tingkatan. Ada kemungkinan adanya lebih banyak dan lebih sedikit demokrasi. Mungkin perbedaan antara sistem yang lebih demokrasi dan sistem yang kurang demokratis lebih berarti daripada perbedaan antara sistem demokratis dan sistem non-demokratis.
Tingkat demokrasi yang sama dapat dicapai dengan bermacam-macam cara.  Gudang sarana untuk  memungkinkan anggota-anggota kelompok mempengaruhi kebijaksanaan, pada dasarnya tidak terbatas. Pemilihan-pemilihan merupakan hanya satu dari sarana-sarana itu. Sarana-sarana lain meliputi umpamanya peraturan mayoritas, tetapi juga peraturan untuk  melindungi mayoritas-minoritas, keterbukaan, kebebasan mengemukakan pendapat, naik banding terhadap keputusan-keputusan, aktivitas-aktivitas politik melalui kelompok-kelompok penekan dan badan-badan pertimbangan, dan jaminan kebebasan pribadi. Yang secara berat sebelah dibatasi hanya  pada pemeilihan-pemilihan adalah umpamanya definisi terkenal dari Schumpeter; metoda demokrasi adalah peraturan kelembagaan untuk  tiba pada pembentukan keputusan dimana perseorangan-perseorangan memperoleh hak mengambil keputusan melalui perang persaingan untuk  suara para warga.
Demokrasi dan kepemimpinan tidak saling meniadakan. Seorang pemimpin lebih demokratis apabila ia memberi semakin banyak kemungkinan kepada anggota kelompok  untuk  mempengaruhi kebijaksanaan. Seorang demokrat lebih bersifat pemimpin apabila ia membuat anggota-anggota kelompok lebih banyak memberi sokongan untuk  mencapai tujuan-tujuan kelompok.
Lawan dari demokrasi adalah otokrasi. Otokrasi adalah cara membentuk kebijaksanaan yang terjadi apabila hanya (para) pemimpin dan bukan anggota-anggota lainnya mempunyai kemungkinan mempengaruhi kebijaksanaan kelompok, secara langsung atau tidak langsung.
Jenis-jenis Demokrasi
Menurut beberapa segi pandangan dapat dibedakan berbagai jenis demokrasi. Dapat umpamanya diperhatikan sifat kelompok dimana terdapat itu, besarnya kelompok itu, langsungnya pengaruh terhadap kebijaksanaan oleh anggota-anggota kelompok, tingkat partisipasi politik, tingkat pengaruh para anggota terhadap kebijaksanaan, hubungan-hubungan antara pemerintah dan parlemen dan banyak lagi.
Demokrasi sendiri bukan hanya merupakan tujuan. Demokrasi adalah juga tujuan-tujuan menuju tujuan-tujuan yang lebih jauh. Sesuai dengan tujuan-tujuan itu maka pandangan mengenai jenis demokrasi yang diperlukan akan berbeda-beda pula. Yang penting umpamanya adalah pertanyaan apakah demokrasi politik dilihat sebagai tujuan-antara menuju efektivitas ataupun menuju keabsahan sistem politik. Suatu sistem politik lebih efektif apabila ia lebih banyak membantu tercapainya tujuan-tujuan dari semua yang termasuk dalam sistem politik lebih efektif apabila ia lebih banyak membantu tercapainya tujuan-tujuan dari semua yang termasuk dalam sistem itu. Suatu sistem politik lebih sah apabila pembagian kekuasaan dalam sistem dianggap lebih benar oleh orang-orang yang termasuk dalam sistem itu.
Jika efektivitas sistem politik merupakan tujuan akhir, maka persaingan antara partai-partai, dengan kata lain suatu model konflik atau polarisasi, dan pemilih yang relatif rasional yang dapat mengadakan pilihan partai yang tepat, akan dianggap sebagai syarat-syarat menguntungkan bagi demokrasi politik. Pemikiran demikian terhadap antara lain pada Downs, Olsen dan pengikut lainnya dari pendekatan “ekonomis’ dari demokrasi.
Sebaliknya, jika keabsahan sistem politik merupakan tujuan akhir, maka bukanlah persaingan antara partai-partai, tetapi sistem nilai bersama akan dianggap sebagai syarat yang menguntungkan bagi demokrasi. Jadi dengan kata lain, yang digunakan adalah model integrasi, pemilih dianggap non-rasional, yang tidak dapat mengadakan pilihan yang masuk akal antara pendapat partai-partai mengenai kebijaksanaan. Pemikiran demikian terdapat antara lain pada Lipset, Almond dan pengikut-pengikut lainnya dari pendekatan “sosiologis’ dari demokrasi.
Yang penting juga bagi pemikiran mengenai demokrasi politik ialah pertanyaan apakah demokrasi dilihat sebagai tujuan antara menuju kebebasan, persamaan atau kebersamaan dan toleransi (persaudaraan). Pembagitigaan ini dapat ditereapkan dalam ketiga jenis demokrasi yang dibeda-bedakan oleh Dahl.
Sebagai bentuk kedua dari demokrasi disebut oleh Dahl “populistic democracy”. Demokrasi disini diidentifikasikan dengan persamaan politik, kedaulatan rakyat dan pemerintahan oleh mayoritas.
Yang menjadi terkenal adalah tripologi (pembagian menurut jenis) dari sistem-sistem politik demokrasi menurut Lijphart, suatu pembagian yang dapat disimpulkan sebagai berikut:
Kebudayaan politik
Gaya elite-elite kartel (kerjasama) persaingan
Homogeny
Terisolasi
Demokrasi kartel
Demokrasi sentripetal
Demokrasi pasifikasi
Demokrasi sentrifugal
Demokrasi sentripel mantap disebabkan kebudayaan politiknya yang homogeny dan dapat bertahan dengan mudah terhadap persaingan antara elite-elite. Contoh-contoh adalah negara-negara Skandinavia dan Inggris.
Demokrasi pasifikasi seharusnya tidak mantap disebabkan kebudayaan politiknya yang terisolasi, tetapi dapat dimantapkan kerjasama. Demokrasi kartel, yang oleh Lijphart dianggap sebagai demokrasi untuk  hari depan, mantap karena penggabungan kebudayaan politik yang homogeny dengan kerjasama antara elite-elite.
Demokrasi
Upaya memperoleh demokrasi dan demokratisasi lebih lanjut sama tuanya dengan politik. Di negara-negara kota Yunani yang tua terdapat demokrasi langsung; para  warga menetapkan sendiri kebijaksanaan, tanpa melalui wakil-wakil. Di dalam masyarakat sekecil itu, dimana kebijaksanaan pemerintah belum begitu luas dan tidak begitu rumit, ternyata bahwa demokrasi langsung dapat dijalankan. Tetapi harus diperhatikan bahwa hak-hak demokratis terbatas pada yang disebut warga (burger) yang hanya merupakan minoritas dari seluruh penduduk.
Faktor-faktor Demokrasi
Mengukur tingkat demokrasi politik dengan cara yang digunakan oleh Cutright untuk  menentukan ukuran perkembangan politik di 77 negara dalam tahun-tahun 1940 sampai 1960. Sistem-sistem politik dalam yang demokratis dan yang tidak demokratis yang biasanya dipergunakan dan kebanyakan tercipta atas dasar-dasar yang agak mengesankan (Philips Cutright, 1963).
Mengenai faktor-faktor kebudayaan yang dapat bersangkut paut dengan tingkat demokrasi politik, pertama-tama kita dapat mengingat kepada isis pendirian-pendirian politik. Demokrasi dan demokratisasi dari abad ke abad dibela oleh berbagai aliran politik atas dasar yang berbeda-beda seperti kematangan orang awam, kebebasan, persamaan, kebersamaan dan toleransi. Nampaknya dapat diterima bahwa tingkat demokrasi di suatu masyarakat lebih tinggi apabila dasar-dasar demokrasi, kebebasan-persamaan dan dasar-dasar yang disebut lainnya lebih sering dan lebih intensif didukung. Akan tetapi tidak terdapat keterangan-keterangan yang seksama mengenai hal itu.
Hal yang sama berlaku bagi kepercayaan politik. Demokrasi disatu pihak menganggap adanya kemampuan para warga untuk  melancarkan kritik, dan lain pihak juga kesediaan para warga  untuk  memberi sedikit kepercayaan kepada pemimpin-pemimpin politik mereka. Kepercayaan tanpa kritik merong-rong demokrasi, tetapi ketidakpercayaan yang tanpa batas pun melukan hal yang sama. demikinalah anggapan umum.
Selain dengan isi pendirian-pendirian politik maka tingkat  demokrasi dapat juga berkaitan dengan tingkat  kesepakatan politik. Hipotesa terkenal dalam hal ini adalah bahwa tingkat demokrasi politik akan semakin tinggi apabila pokok-pokok perselisihan politik (issues) lebih sedikit berkenaan  dengan nilai-nilai dasar. Dalam hal demikian kita bertolak dari anggapan para warga, apabila pertentangan politik lebih sedikit mengenai nilai-nilai dasar-jadi umpamana bukan mengenai agama tetapi mengenai kenaikan upah-akan lebih mudah mengadakan kompromi, jadi lebih mudah membiarkan orang lain memperoleh kekuasaan politik, jadi lebih bersikap demokratis.
Hipotesa lain mengenai hubungan antara demokrasi politik dan kesepatan politik adalah bahwa akan lebih banyak demokrasi politik apabila preferensi politik untuk  setiap pokok perselisihan terbagi lebih normal, artinya lebih sedikit terpolarisasi. Pada suatu pembagian normal, artinya bila mayoritas warga mempunyai pendirian lebih moderat dan hanya minoritas kecil menempati posisi yang ekstrim “kiri” atau ekstrem “kanan” maka mayoritas yang moderat akan bersedia jadi berkompromi mengenai kebijaksanaan yang akan dijalankan, jadi membiarkan orang lain mempunyai sedikit kekuasaan, jadi menerima baik demokrasi.
Disamping faktor-faktor kebudayaan maka di dalam literatur disebut juga faktor-faktor struktural yang dapat berkaitan dengan tingkat demokrasi. Harus diambil sebagai dalil bahwa tingkat demokrasi dalam sistem politik saling mempengaruhi dengan tingkat demokrasi dalam sistem-sistem non politik dalam masyarakat, jadi secara konkrit umpamanya di perusahaan, gereja, keluarga, lembaga pendidikan dan organisasi.
Faktor lain adalah jenjang dari berbagai bentuk perkembangan sosial budaya. Dari penelitian-penelitian Cutright bahwa jenjang demokratisasi politk lebih tinggi apabila jenjang perkembangan komunikasi, ekonomi, pendidikan dan urbanisasi lebih tinggi. Maka sekarang timbul pertanyaan apakah demokratisasi merupakan akibat atau sebab dari perkembangan lainnya. Mengenai hal itu dua hipotesa saling berhadapan. Hipotesa pertama adalah; demokratisasi memajukan berbagai perkembangan sosial-budaya. Suatu pembagian yang tidak merata dari kekuasaan politik menahan perkembangan sosial budaya, akan menjurus kepada meluapnya tuntutan politik dan kepada ambruknya  sistem poliitk itu.
Suatu faktor struktural lainnya adalah pembagian dari berbagai barang materiil dan non-material. Dapat dimengerti, bahwa jika berbagai dasar kekuasaan diantaranya milik, pendapatan, gengsi dan pengetahuan, terbagi secara lebih merata dalam masyarakat, maka kekuasaan politik pun akan terbagi lebih merata, jadi kadar demokrasi politik akan lebih tinggi.
Akan lebih sedikit partisipasi politik apabila semakin banyak demokrasi (jadi pertalian negatif). Morris Jones umpamanya berpendapat bahwa apati politik dianggap sebagai tanda demokrasi yang sehat, suatu indikasi dari toleransi dan kepercayaan pada pemimpin-pemimpin. Yang dipilih.
Pendekatan toleransi yang lain dalam bentuk paling sederhana berarti bahwa ada lebih banyak partisipasi politik bila semakin banyak demokrasi (jadi suatu pertalian positif). Apati (ketidak acuan) politik menurut teori ini dapat dijelaskan dari demokrasi yang tidak memadai. Morris Rosenberg umpannya berkesimpulan bahwa apati politik untuk sebagian timbul dari kurangnya kepercayaan terhadap efektivitas partisipasi politik.
Demokrasi politik digambarkan di atas sebagai cara pembentukan kebijaksanaan yang ada selama anggota-anggota kelompok mempunyai kemungkinan mempengaruhi isi, terwujudnya dan dampak kebijaksanaan kelompok secara langsung atau tidak langsung. Menurut pendapat demikian masih ada demokrasi selama ada kemungkinan bagi semua anggota kelompok untuk menjalankan partisipasi. Politik secara efektif. Partisipasi politik akan lebih banyak dijalankan apabila partisipasi itu dianggap lebih perlu dan lebih memadai. Teori yang satu menurut kata lain berarti bahwa lebih sedikit partisipasi politik apabila para warga menganggap partisipasi ini kurang perlu, umpamanya disebabkan kepercayaan pada wakil-wakil rakyat dan pemimpin-pemimpin lainnya. Teori yang lain mengatakan bahwa lebih sedikit partisipasi politik apabila partisipasi ini dianggap kurang mungkin atau kurang mampan (efektif). Maka dapat diambil kesimpulan, bahwa menurut kedua teori itu (demokrasi di satu pihak memajukan partisipasi politik dengan membuatnya mungkin dan efektif, dan di lain pihak mengekang partisipasi politik karena membuatnya untuk sebagian tidak dibutuhkan, yaitu menurut gambaran yang ada pada para warga.
Di sini pun dapat kita bayangkan pengaruh timbal-balik. Kelihatannya partisipasi politik, perhatian dan pengetahuan merangsang juga bagi kadar demokrasi politik.
Dalam satu studi yang meliputi partisipasi politik, Milbrath (1965) membedakan antara berbagai tingkat partisipasi politik. Menurut dia bagian terbesar warga negara Amerika sebenarnya memainkan peran penonton: sang warga memang membukakan diri bagi rangsangan politik, tetapi aktivitas politiknya tidak banyak melebihi pemasangan sticker (gambar temple) pada mobil di waktu diadakan pemiliha, suatu usaha membujuk orang lain memberi suara untuk sesuatu partai tertentu dan ikut memberi suara (pada pemilihan presiden kira-kira tujuhpuluh persen dianggap tetap, maka orang-orang yang mempunyai masalah-masalah mengenai kesejahteraan ternyata banyak berpartisipasi dari pada yang lain.
Berbagai bentuk partisipasi politik lebih sering diadakan oleh orang-orang dengan status sosial-ekonomis yang lebih tinggi-menurut pendapat, pekerjaan dan pendidikan-daripada oleh orang-orang lain; lebih sering oleh kaum pria umur empatpuluh sampai enampuluh tahun daripada oleh orang-orang yang lebih muda atau lebih tua; lebih sering oleh orang-orang yang kuat mengidentifikasikan diri dengan suatu partai politik daripada yang lain; lebih sering oleh orang-orang yang tidak mengalami tekanan-tekanan menyilang dari pada oleh orang-orang yang mengalami tekanan-tekanan menyilang. Tekanan-tekanan menyilang dalam hal ini adalah ikatan-ikatan atau identifikasi dengan golongan-golongan yang mendorong orang yang bersangkutan ke arah partai-partai yang berbeda-beda.
Dilihat dari sudut demokrasi maka yang penting bukan hanya pertanyaan sampai di mana para warga berpartisipasi pada politik, dan kategori mana lebih banyak daripada yang lain, tetapi juga pertanyaan apa dampak dari partisipasi itu.
Demokrasi kepercayaan (penerimaan baik pilihan kebijaksanaan) lebih banyak mendapat manfaat dari partisipasi politik langsung dari demokrasi partisipasi (partisipasi) politik langsung  sebagai sarana mempengaruhi ke bijaksanaan).
Dapat diambil kesimpulan bahwa pengaruh partisipasi politik langsung terhadap kebijaksanaan, sepanjang diketahui, hingga sekarang masih terbatas, ini bukan alasan untuk berputus-asa tentang kemungkinan dan arti partisipasi politik langsung atau malah dari demokrasi. Di dalam suatu masyarakat di mana pendirian-pendirian sangat berbeda-beda, justru bila masyarakat itu demokrasi, pengaruh setiap orang atau kelompok mungkin terbatas. Pemerintahan mempunyai pengaruh yang cukupan. Mengalihkan perhatian pemerintah kepada pendirian-pendirian partisipasi politik langsung, meningkatkan kepercayaan pada kebijaksanaan dan pengerahan dukungan bagi kebijaknsanaan dilihat dari sudut demokrasi bukan tidak penting. Tetapi walaupun demikian, jalannya proses-proses partisipasi politik langsung dan partisipasi politik pada umumnya, juga dari sudut demokrasi, masih dapat menerima banyak perbaikan.

SUMBER:
http://www.masbied.com/2010/06/03/demokrasi/#more-2962

Jenis-Jenis DEMOKRASI


Demokrasi bersifat langsung / Direct Demokrasi.
demokrasi langsung juga dikenal sebagai demokrasi bersih. Disinilah rakyat memiliki kebebasan secara mutlak memberikan pendapatnya, dan semua aspirasi mereka dimuat dengan segera didalam satu pertemuan.

Jenis demokrasi ini dapat dipraktekkan hanya dalam kota kecil dan komunitas yang secara relatip belum berkembang,
dimana secara fisik memungkinkan untuk seluruh electorate untuk bermusyawarah dalam satu tempat, walaupun permasalahan pemerintahan tersebut bersifat kecil.

Demokrasi langsung berkembang di Negara kecil Yunani kuno dan Roma. Demokrasi ini tidak dapat dilaksanakan didalam masyarakat yang komplek dan Negara yang besar. demokrasi murni yang masih bisa diambil contoh terdapat diwilayah Switzerland.

Mengubah bentuk demokrasi murni ini masih berlaku di Switzerland dan beberapa Negara yang didalamnya terdapat bentuk referendum dan inisiatip. Dibeberapa Negara sangat memungkinkan bagi rakyat untuk memulai dan mengadopsi hukum, bahkan untuk mengamandemengkan konstitusional dan menetapkan permasalahan public politik secara langsung tampa campur tangan representative.

Demokrasi bersifat representatip / Representative Demokrasi.
Didalam Negara yang besar dan modern demokrasi tidak bisa berjalan sukses. Oleh karena itu, untuk menanggulangi masalah ini diperlukan sistem demokrasi secara representatip. Para representatip inilah yang akan menjalankan atau menyampaikan semua aspirasi rakyat didalam pertemuan. Dimana mereka dipilih oleh rakyat dan berkemungkinan berpihak kepada rakyat. ( Garner ).

Sistem ini berbasis atas ide, dimana rakyat tidak secara langsung hadir dalam menyampaikan aspirasi mereka, namun mereka menyampaikan atau menyarankan saran mereka melaui wakil atau representatip. Bagaimanapun, didalam bentuk pemerintahan ini wewenang disangka benar terletak ditangan rakyat, akan tetapi semuanya dipraktekkan oleh para representatip.