PRINSIP
1. Pengertian
Demokrasi
Secara etimologis, demokrasi berasal bahasa Yunani, yaitu demos yang berarti rakyat atau penduduk dan cratein yang berarti kekuasaan atau kedaulatan. Dengan demikian, secara bahasa demokrasi adalah keadaan negara di mana kedaulatan atau kekuasaan tertingginya berada di tangan rakyat. Konsep demokrasi diterima oleh hampir seluruh negara di dunia. Diterimanya konsep demokrasi disebabkan oleh keyakinan mereka bahwa konsep ini merupakan tata pemerintahan yang paling unggul dibandingkan dengan tata pemerintahan lainnya. Demokrasi telah ada sejak zaman Yunani Kuno. Presiden Amerika Serikat ke-16, Abraham Lincoln mengatakan demokrasi adalah government of the people, by the people and for the people.
2. Macam-Macam Demokrasi
Menurut cara penyaluran kehendak rakyat, demokrasi dibedakan atas :
- Demokrasi Langsung
- Demokrasi Tidak Langsung
- Demokrasi Konstitusional (Demokrasi Liberal)
- Demokrasi Rakyat (Demokrasi Proletar)
- Demokrasi Formal
- Demokrasi Material
- Demokrasi Campuran
- Demokrasi Sistem Parlementer
- Demokrasi Sistem Presidensial
Inu Kencana
Syafiie merinci prinsip-prinsip demokrasi sebagai berikut, yaitu ; adanya
pembagian kekuasaan, pemilihan umum yang bebas, manajemen yang terbuka,
kebebasan individu, peradilan yang bebas, pengakuan hak minoritas, pemerintahan
yang berdasarkan hukum, pers yang bebas, beberapa partai politik, konsensus,
persetujuan, pemerintahan yang konstitusional, ketentuan tentang pendemokrasian,
pengawasan terhadap administrasi negara, perlindungan hak asasi, pemerintah
yang mayoritas, persaingan keahlian, adanya mekanisme politik, kebebasan
kebijaksanaan negara, dan adanya pemerintah yang mengutamakan musyawarah.
Prinsip-prinsip negara demokrasi yang telah disebutkan di atas kemudian dituangkan ke dalam konsep yang lebih praktis sehingga dapat diukur dan dicirikan. Ciri-ciri ini yang kemudian dijadikan parameter untuk mengukur tingkat pelaksanaan demokrasi yang berjalan di suatu negara. Parameter tersebut meliputi empat aspek.Pertama, masalah pembentukan negara. Proses pembentukan kekuasaan akan sangat menentukan bagaimana kualitas, watak, dan pola hubungan yang akan terbangun. Pemilihan umum dipercaya sebagai salah satu instrumen penting yang dapat mendukung proses pembentukan pemerintahan yang baik. Kedua, dasar kekuasaan negara. Masalah ini menyangkut konsep legitimasi kekuasaan serta pertanggungjawabannya langsung kepada rakyat. Ketiga, susunan kekuasaan negara. Kekuasaan negara hendaknya dijalankan secara distributif. Hal ini dilakukan untuk menghindari pemusatan kekuasaan dalam satu tangan..Keempat, masalah kontrol rakyat. Kontrol masyarakat dilakukan agar kebijakan yang diambil oleh pemerintah atau negara sesuai dengan keinginan rakyat.
Prinsip-prinsip negara demokrasi yang telah disebutkan di atas kemudian dituangkan ke dalam konsep yang lebih praktis sehingga dapat diukur dan dicirikan. Ciri-ciri ini yang kemudian dijadikan parameter untuk mengukur tingkat pelaksanaan demokrasi yang berjalan di suatu negara. Parameter tersebut meliputi empat aspek.Pertama, masalah pembentukan negara. Proses pembentukan kekuasaan akan sangat menentukan bagaimana kualitas, watak, dan pola hubungan yang akan terbangun. Pemilihan umum dipercaya sebagai salah satu instrumen penting yang dapat mendukung proses pembentukan pemerintahan yang baik. Kedua, dasar kekuasaan negara. Masalah ini menyangkut konsep legitimasi kekuasaan serta pertanggungjawabannya langsung kepada rakyat. Ketiga, susunan kekuasaan negara. Kekuasaan negara hendaknya dijalankan secara distributif. Hal ini dilakukan untuk menghindari pemusatan kekuasaan dalam satu tangan..Keempat, masalah kontrol rakyat. Kontrol masyarakat dilakukan agar kebijakan yang diambil oleh pemerintah atau negara sesuai dengan keinginan rakyat.
PRINSIP-PRINSIP DEMOKRASI PANCASILA
1.Prinsip-prinsip Demokrasi Pancasila
Ahmad Sanusi mengutarakan 10 pilar demokrasi konstitusional Indonesia menurut Pancasila dan Undang-indang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, yang sebagai berikut:
a.Demokrasi yang Berketuhanan Yang maha Esa
b.Demokrasi dengan kecerdasan
c.Demokrasi yang berkedaulatan rakyat
d.Demokrasi dengan rule of law
e.Demokrasi dengan pemisahan kekuasaan Negara
f.Demokrasi dengan hak asasi manusia
g.Demokrasi dengan pengadilan yang merdeka
h.Demokrasi dengan otonomi daerah
i.Demokrasi dengan kemakmuran
j.Demokrasi yang berkeadilan social
Demokrasi Pancasila mendasarkan diri pada faham kekeluargaan dan Kegotong-royongan yang ditujukan untuk:
a. Kesejahteraan rakyat
b. Mendukung unsur-unsur kesadaran hak ber-ketuhanan Yang Maha Esa
c. Menolak atheisme
d. Menegakkan kebenaran yang berdasarkan kepada budi pekerti yang luhur
e. Mengembangkan kepribadian Indonesia
f. Menciptakan keseimbangan perikehidupan individu dan masyarakat, kasmani dan rohani, lahir dan bathin, hubungan manusia dengan sesamanya dan hubungan manusia dengan Tuhannya.
Ahmad Sanusi mengutarakan 10 pilar demokrasi konstitusional Indonesia menurut Pancasila dan Undang-indang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, yang sebagai berikut:
a.Demokrasi yang Berketuhanan Yang maha Esa
b.Demokrasi dengan kecerdasan
c.Demokrasi yang berkedaulatan rakyat
d.Demokrasi dengan rule of law
e.Demokrasi dengan pemisahan kekuasaan Negara
f.Demokrasi dengan hak asasi manusia
g.Demokrasi dengan pengadilan yang merdeka
h.Demokrasi dengan otonomi daerah
i.Demokrasi dengan kemakmuran
j.Demokrasi yang berkeadilan social
Demokrasi Pancasila mendasarkan diri pada faham kekeluargaan dan Kegotong-royongan yang ditujukan untuk:
a. Kesejahteraan rakyat
b. Mendukung unsur-unsur kesadaran hak ber-ketuhanan Yang Maha Esa
c. Menolak atheisme
d. Menegakkan kebenaran yang berdasarkan kepada budi pekerti yang luhur
e. Mengembangkan kepribadian Indonesia
f. Menciptakan keseimbangan perikehidupan individu dan masyarakat, kasmani dan rohani, lahir dan bathin, hubungan manusia dengan sesamanya dan hubungan manusia dengan Tuhannya.
ASPEK
Aspek Demokrasi
Pancasila
Berdasarkan pengertian dan
Pendapat tentang demokrasi Pancasila dapat dikemukakan aspek- aspek yang
terkandung di dalamnya.
a. Aspek
Material (Segi Isi/Subsrtansi)
Demokrasi Pancasila harus dijiwai
dan diintegrasikan oleh sila-sila lainnya. Karena itulah, pengertian demokrasi
pancasila tidak hanya merupakan demokrasi politik tetapi juga demokrasi ekonomi
dan sosial (Lihat amandemen UUD 1945 dan penyelesaiannya dalam pasal 27,28.29,30,31,
32, 33. dan 34).
b. Aspek Formal
Mempersoalkan proses dan cara
rakyat menunjuk wakil-wakilnya dalam badan-badan perwakilan rakyat dan
pemerintahan dan bagaimana mengatur permusyawaratan wakil-wakil rakyat secara
bebas, terbuka, dan jujur untuk mencapai kesepakatan bersama.
c. Aspek
Normatif
Mengungkapkan seperangkat norma
atau kaidah yang membimbing dan menjadikriteria pencapaian tujuan.
d. Aspek Optatif
Mengetengahkan tujuan dan
keinginan yang hendak dicapai.
e. Aspek Organisasi
Mempersoalkan organisasi sebagai
wadah pelaksaan demokrasi pancasila di mana wadah tersebut harus cocok dengan
tujuan yang hendak dicapai.
f. Aspek
Kejiwaan
Menjadi semangat para
penyelenggara negara dan semangant para pemimpin pemerintah.
IDEOLOGI
Seorang warga Athena tidak menterlantarkan negara demi
kepentingan sendiri. Juga mereka diantara kita yang harus bekerja untuk
memenuhi kebutuhan hidup, mampu merumuskan gagasan-gagasan politik yang jelas.
Seseorang yang tidak mempunyai perhatian terhadap kepentingan umum, dimata kita
tidak berbahaya, tetapi tidak berharga. Memang hanya sedikit diantara diantara
kita yang menjadi peletak asas, tetapi kita semua mampu memberi penilaian yang
tepat dari politik.
Setiap undang-undang yang tidak ditetapkan oleh
rakyat sendiri, tidak ada harga; itu bukanlah undang-undang. Bangsa Inggris
berpikir bahwa ia bebas, tetapi ia keliru; ia hanya bebas selama pemilihan
anggauta-anggauta parlemen: begitu mereka terpilih, maka ia menjadi budak,
tidak menjadi apa-apa lagi.
Ciri-ciri Demokrasi
Kata demokrasi, yang lahir di Yunani kira-kira
2500, sedianya berarti “penguasaan oleh rakyat”. Dari abad ke abad ia
menjadi bendera yang melindungi muatan yang sangat berbeda-beda.
Dalam bab ini terutama dua pertanyaan yang akan
dibahas. Apakah ciri-ciri demokrasi? Dan gejala-gejala yang berkaitan dengan
tingkatan demokrasi? Barang siapa menginginkan demokrasi, maka ia tidak boleh
mengabaikan kedua pertanyaan itu.
Bertolak dari arti purbakala dari kata itu, maka
yang diartikan dalam buku ini dengan demokrais adalah cara pembentukan
kebijaksanaan yang ada selama anggota-anggota suatu kelompok mempunyai
kemungkinan untuk mempengaruhi secara langsung atau tidak langsung isi,
proses dan dampak dari kebijaksanaan kelompok itu. Maka demokrasi politik
adalah demokrasi di dalam sistem politik.
Demokrasi adalah suatu cara pembentukan
kebijaksanaan. Demokrasi bukan suatu ideologi. Sudah tentu ada bermacam-macam
hubungan antara demokrasi dan ideologi-ideologi.
Demokrasi adalah suatu pengertian yang mempunyai
tingkatan-tingkatan. Ada
kemungkinan adanya lebih banyak dan lebih sedikit demokrasi. Mungkin perbedaan
antara sistem yang lebih demokrasi dan sistem yang kurang demokratis lebih
berarti daripada perbedaan antara sistem demokratis dan sistem non-demokratis.
Tingkat demokrasi yang sama dapat dicapai dengan
bermacam-macam cara. Gudang sarana untuk memungkinkan
anggota-anggota kelompok mempengaruhi kebijaksanaan, pada dasarnya tidak
terbatas. Pemilihan-pemilihan merupakan hanya satu dari sarana-sarana itu.
Sarana-sarana lain meliputi umpamanya peraturan mayoritas, tetapi juga
peraturan untuk melindungi mayoritas-minoritas, keterbukaan, kebebasan
mengemukakan pendapat, naik banding terhadap keputusan-keputusan, aktivitas-aktivitas
politik melalui kelompok-kelompok penekan dan badan-badan pertimbangan, dan
jaminan kebebasan pribadi. Yang secara berat sebelah dibatasi hanya pada
pemeilihan-pemilihan adalah umpamanya definisi terkenal dari Schumpeter; metoda
demokrasi adalah peraturan kelembagaan untuk tiba pada pembentukan
keputusan dimana perseorangan-perseorangan memperoleh hak mengambil keputusan
melalui perang persaingan untuk suara para warga.
Demokrasi dan kepemimpinan tidak saling
meniadakan. Seorang pemimpin lebih demokratis apabila ia memberi semakin banyak
kemungkinan kepada anggota kelompok untuk mempengaruhi
kebijaksanaan. Seorang demokrat lebih bersifat pemimpin apabila ia membuat
anggota-anggota kelompok lebih banyak memberi sokongan untuk mencapai
tujuan-tujuan kelompok.
Lawan dari demokrasi adalah otokrasi. Otokrasi
adalah cara membentuk kebijaksanaan yang terjadi apabila hanya (para) pemimpin
dan bukan anggota-anggota lainnya mempunyai kemungkinan mempengaruhi
kebijaksanaan kelompok, secara langsung atau tidak langsung.
Jenis-jenis Demokrasi
Menurut beberapa segi pandangan dapat dibedakan
berbagai jenis demokrasi. Dapat umpamanya diperhatikan sifat kelompok dimana
terdapat itu, besarnya kelompok itu, langsungnya pengaruh terhadap
kebijaksanaan oleh anggota-anggota kelompok, tingkat partisipasi politik,
tingkat pengaruh para anggota terhadap kebijaksanaan, hubungan-hubungan antara
pemerintah dan parlemen dan banyak lagi.
Demokrasi sendiri bukan hanya merupakan tujuan.
Demokrasi adalah juga tujuan-tujuan menuju tujuan-tujuan yang lebih jauh.
Sesuai dengan tujuan-tujuan itu maka pandangan mengenai jenis demokrasi yang
diperlukan akan berbeda-beda pula. Yang penting umpamanya adalah pertanyaan
apakah demokrasi politik dilihat sebagai tujuan-antara menuju efektivitas
ataupun menuju keabsahan sistem politik. Suatu sistem politik lebih efektif
apabila ia lebih banyak membantu tercapainya tujuan-tujuan dari semua yang
termasuk dalam sistem politik lebih efektif apabila ia lebih banyak membantu
tercapainya tujuan-tujuan dari semua yang termasuk dalam sistem itu. Suatu
sistem politik lebih sah apabila pembagian kekuasaan dalam sistem dianggap
lebih benar oleh orang-orang yang termasuk dalam sistem itu.
Jika efektivitas sistem politik merupakan tujuan
akhir, maka persaingan antara partai-partai, dengan kata lain suatu model
konflik atau polarisasi, dan pemilih yang relatif rasional yang dapat
mengadakan pilihan partai yang tepat, akan dianggap sebagai syarat-syarat
menguntungkan bagi demokrasi politik. Pemikiran demikian terhadap antara lain
pada Downs, Olsen dan pengikut lainnya dari
pendekatan “ekonomis’ dari demokrasi.
Sebaliknya, jika keabsahan sistem politik
merupakan tujuan akhir, maka bukanlah persaingan antara partai-partai, tetapi
sistem nilai bersama akan dianggap sebagai syarat yang menguntungkan bagi
demokrasi. Jadi dengan kata lain, yang digunakan adalah model integrasi,
pemilih dianggap non-rasional, yang tidak dapat mengadakan pilihan yang masuk
akal antara pendapat partai-partai mengenai kebijaksanaan. Pemikiran demikian
terdapat antara lain pada Lipset, Almond dan pengikut-pengikut lainnya dari
pendekatan “sosiologis’ dari demokrasi.
Yang penting juga bagi pemikiran mengenai
demokrasi politik ialah pertanyaan apakah demokrasi dilihat sebagai tujuan
antara menuju kebebasan, persamaan atau kebersamaan dan toleransi
(persaudaraan). Pembagitigaan ini dapat ditereapkan dalam ketiga jenis
demokrasi yang dibeda-bedakan oleh Dahl.
Sebagai bentuk kedua dari demokrasi disebut oleh
Dahl “populistic democracy”. Demokrasi disini diidentifikasikan dengan
persamaan politik, kedaulatan rakyat dan pemerintahan oleh mayoritas.
Yang menjadi terkenal adalah tripologi (pembagian
menurut jenis) dari sistem-sistem politik demokrasi menurut Lijphart, suatu
pembagian yang dapat disimpulkan sebagai berikut:
Kebudayaan politik
Gaya elite-elite kartel (kerjasama)
persaingan
|
Homogeny
|
Terisolasi
|
Demokrasi kartel
Demokrasi sentripetal
|
Demokrasi pasifikasi
Demokrasi sentrifugal
|
Demokrasi sentripel mantap disebabkan kebudayaan
politiknya yang homogeny dan dapat bertahan dengan mudah terhadap persaingan
antara elite-elite. Contoh-contoh adalah negara-negara Skandinavia dan Inggris.
Demokrasi pasifikasi seharusnya tidak mantap
disebabkan kebudayaan politiknya yang terisolasi, tetapi dapat dimantapkan
kerjasama. Demokrasi kartel, yang oleh Lijphart dianggap sebagai demokrasi
untuk hari depan, mantap karena penggabungan kebudayaan politik yang homogeny
dengan kerjasama antara elite-elite.
Demokrasi
Upaya memperoleh demokrasi dan demokratisasi
lebih lanjut sama tuanya dengan politik. Di negara-negara kota Yunani yang tua terdapat demokrasi
langsung; para warga menetapkan sendiri kebijaksanaan, tanpa melalui
wakil-wakil. Di dalam masyarakat sekecil itu, dimana kebijaksanaan pemerintah
belum begitu luas dan tidak begitu rumit, ternyata bahwa demokrasi langsung
dapat dijalankan. Tetapi harus diperhatikan bahwa hak-hak demokratis terbatas
pada yang disebut warga (burger) yang hanya merupakan minoritas dari seluruh
penduduk.
Faktor-faktor Demokrasi
Mengukur tingkat demokrasi politik dengan cara
yang digunakan oleh Cutright untuk menentukan ukuran perkembangan politik
di 77 negara dalam tahun-tahun 1940 sampai 1960. Sistem-sistem politik dalam
yang demokratis dan yang tidak demokratis yang biasanya dipergunakan dan
kebanyakan tercipta atas dasar-dasar yang agak mengesankan (Philips Cutright,
1963).
Mengenai faktor-faktor kebudayaan yang dapat
bersangkut paut dengan tingkat demokrasi politik, pertama-tama kita dapat
mengingat kepada isis pendirian-pendirian
politik. Demokrasi dan demokratisasi dari abad ke abad dibela oleh berbagai
aliran politik atas dasar yang berbeda-beda seperti kematangan orang awam,
kebebasan, persamaan, kebersamaan dan toleransi. Nampaknya dapat diterima bahwa
tingkat demokrasi di suatu masyarakat lebih tinggi apabila dasar-dasar
demokrasi, kebebasan-persamaan dan dasar-dasar yang disebut lainnya lebih
sering dan lebih intensif didukung. Akan tetapi tidak terdapat
keterangan-keterangan yang seksama mengenai hal itu.
Hal yang sama berlaku bagi kepercayaan politik.
Demokrasi disatu pihak menganggap adanya kemampuan para warga untuk
melancarkan kritik, dan lain pihak juga kesediaan para warga untuk
memberi sedikit kepercayaan kepada pemimpin-pemimpin politik mereka.
Kepercayaan tanpa kritik merong-rong demokrasi, tetapi ketidakpercayaan yang
tanpa batas pun melukan hal yang sama. demikinalah anggapan umum.
Selain dengan isi pendirian-pendirian politik
maka tingkat demokrasi dapat juga berkaitan dengan tingkat
kesepakatan politik. Hipotesa terkenal dalam hal ini adalah bahwa tingkat
demokrasi politik akan semakin tinggi apabila pokok-pokok perselisihan politik
(issues) lebih sedikit berkenaan dengan nilai-nilai dasar. Dalam hal
demikian kita bertolak dari anggapan para warga, apabila pertentangan politik
lebih sedikit mengenai nilai-nilai dasar-jadi umpamana bukan mengenai agama
tetapi mengenai kenaikan upah-akan lebih mudah mengadakan kompromi, jadi lebih
mudah membiarkan orang lain memperoleh kekuasaan politik, jadi lebih bersikap
demokratis.
Hipotesa lain mengenai hubungan antara demokrasi
politik dan kesepatan politik adalah bahwa akan lebih banyak demokrasi politik
apabila preferensi politik untuk setiap pokok perselisihan terbagi lebih
normal, artinya lebih sedikit terpolarisasi. Pada suatu pembagian normal,
artinya bila mayoritas warga mempunyai pendirian lebih moderat dan hanya
minoritas kecil menempati posisi yang ekstrim “kiri” atau ekstrem “kanan” maka
mayoritas yang moderat akan bersedia jadi berkompromi mengenai kebijaksanaan
yang akan dijalankan, jadi membiarkan orang lain mempunyai sedikit kekuasaan,
jadi menerima baik demokrasi.
Disamping faktor-faktor kebudayaan maka di dalam literatur
disebut juga faktor-faktor struktural yang dapat berkaitan dengan tingkat
demokrasi. Harus diambil sebagai dalil bahwa tingkat demokrasi dalam sistem
politik saling mempengaruhi dengan tingkat demokrasi dalam sistem-sistem non
politik dalam masyarakat, jadi secara konkrit umpamanya di perusahaan, gereja,
keluarga, lembaga pendidikan dan organisasi.
Faktor lain adalah jenjang dari berbagai bentuk
perkembangan sosial budaya. Dari penelitian-penelitian Cutright bahwa jenjang
demokratisasi politk lebih tinggi apabila jenjang perkembangan komunikasi,
ekonomi, pendidikan dan urbanisasi lebih tinggi. Maka sekarang timbul
pertanyaan apakah demokratisasi merupakan akibat atau sebab dari perkembangan
lainnya. Mengenai hal itu dua hipotesa saling berhadapan. Hipotesa pertama
adalah; demokratisasi memajukan berbagai perkembangan sosial-budaya. Suatu
pembagian yang tidak merata dari kekuasaan politik menahan perkembangan sosial
budaya, akan menjurus kepada meluapnya tuntutan politik dan kepada
ambruknya sistem poliitk itu.
Suatu faktor struktural lainnya adalah pembagian
dari berbagai barang materiil dan non-material. Dapat dimengerti, bahwa jika
berbagai dasar kekuasaan diantaranya milik, pendapatan, gengsi dan pengetahuan,
terbagi secara lebih merata dalam masyarakat, maka kekuasaan politik pun akan
terbagi lebih merata, jadi kadar demokrasi politik akan lebih tinggi.
Akan lebih sedikit partisipasi politik apabila
semakin banyak demokrasi (jadi pertalian negatif). Morris Jones umpamanya
berpendapat bahwa apati politik dianggap sebagai tanda demokrasi yang sehat,
suatu indikasi dari toleransi dan kepercayaan pada pemimpin-pemimpin. Yang
dipilih.
Pendekatan toleransi yang lain dalam bentuk
paling sederhana berarti bahwa ada lebih banyak partisipasi politik bila semakin
banyak demokrasi (jadi suatu pertalian positif). Apati (ketidak acuan) politik
menurut teori ini dapat dijelaskan dari demokrasi yang tidak memadai. Morris
Rosenberg umpannya berkesimpulan bahwa apati politik untuk sebagian timbul dari
kurangnya kepercayaan terhadap efektivitas partisipasi politik.
Demokrasi politik digambarkan di atas sebagai
cara pembentukan kebijaksanaan yang ada selama anggota-anggota kelompok
mempunyai kemungkinan mempengaruhi isi, terwujudnya dan dampak kebijaksanaan
kelompok secara langsung atau tidak langsung. Menurut pendapat demikian masih
ada demokrasi selama ada kemungkinan bagi semua anggota kelompok untuk
menjalankan partisipasi. Politik secara efektif. Partisipasi politik akan lebih
banyak dijalankan apabila partisipasi itu dianggap lebih perlu dan lebih
memadai. Teori yang satu menurut kata lain berarti bahwa lebih sedikit
partisipasi politik apabila para warga menganggap partisipasi ini kurang perlu,
umpamanya disebabkan kepercayaan pada wakil-wakil rakyat dan pemimpin-pemimpin
lainnya. Teori yang lain mengatakan bahwa lebih sedikit partisipasi politik
apabila partisipasi ini dianggap kurang mungkin atau kurang mampan (efektif).
Maka dapat diambil kesimpulan, bahwa menurut kedua teori itu (demokrasi di satu
pihak memajukan partisipasi politik dengan membuatnya mungkin dan efektif, dan
di lain pihak mengekang partisipasi politik karena membuatnya untuk sebagian
tidak dibutuhkan, yaitu menurut gambaran yang ada pada para warga.
Di sini pun dapat kita bayangkan pengaruh timbal-balik.
Kelihatannya partisipasi politik, perhatian dan pengetahuan merangsang juga
bagi kadar demokrasi politik.
Dalam satu studi yang meliputi partisipasi
politik, Milbrath (1965) membedakan antara berbagai tingkat partisipasi
politik. Menurut dia bagian terbesar warga negara Amerika sebenarnya memainkan
peran penonton: sang warga memang membukakan diri bagi rangsangan politik,
tetapi aktivitas politiknya tidak banyak melebihi pemasangan sticker (gambar
temple) pada mobil di waktu diadakan pemiliha, suatu usaha membujuk orang lain
memberi suara untuk sesuatu partai tertentu dan ikut memberi suara (pada
pemilihan presiden kira-kira tujuhpuluh persen dianggap tetap, maka orang-orang
yang mempunyai masalah-masalah mengenai kesejahteraan ternyata banyak berpartisipasi
dari pada yang lain.
Berbagai bentuk partisipasi politik lebih sering
diadakan oleh orang-orang dengan status sosial-ekonomis yang lebih
tinggi-menurut pendapat, pekerjaan dan pendidikan-daripada oleh orang-orang
lain; lebih sering oleh kaum pria umur empatpuluh sampai enampuluh tahun
daripada oleh orang-orang yang lebih muda atau lebih tua; lebih sering oleh
orang-orang yang kuat mengidentifikasikan diri dengan suatu partai politik
daripada yang lain; lebih sering oleh orang-orang yang tidak mengalami
tekanan-tekanan menyilang dari pada oleh orang-orang yang mengalami
tekanan-tekanan menyilang. Tekanan-tekanan menyilang dalam hal ini adalah
ikatan-ikatan atau identifikasi dengan golongan-golongan yang mendorong orang
yang bersangkutan ke arah partai-partai yang berbeda-beda.
Dilihat dari sudut demokrasi maka yang penting
bukan hanya pertanyaan sampai di mana para warga berpartisipasi pada politik,
dan kategori mana lebih banyak daripada yang lain, tetapi juga pertanyaan apa
dampak dari partisipasi itu.
Demokrasi kepercayaan (penerimaan baik pilihan
kebijaksanaan) lebih banyak mendapat manfaat dari partisipasi politik langsung
dari demokrasi partisipasi (partisipasi) politik langsung sebagai sarana
mempengaruhi ke bijaksanaan).
Dapat diambil kesimpulan bahwa pengaruh
partisipasi politik langsung terhadap kebijaksanaan, sepanjang diketahui,
hingga sekarang masih terbatas, ini bukan alasan untuk berputus-asa tentang
kemungkinan dan arti partisipasi politik langsung atau malah dari demokrasi. Di
dalam suatu masyarakat di mana pendirian-pendirian sangat berbeda-beda, justru
bila masyarakat itu demokrasi, pengaruh setiap orang atau kelompok mungkin
terbatas. Pemerintahan mempunyai pengaruh yang cukupan. Mengalihkan perhatian
pemerintah kepada pendirian-pendirian partisipasi politik langsung,
meningkatkan kepercayaan pada kebijaksanaan dan pengerahan dukungan bagi
kebijaknsanaan dilihat dari sudut demokrasi bukan tidak penting. Tetapi
walaupun demikian, jalannya proses-proses partisipasi politik langsung dan
partisipasi politik pada umumnya, juga dari sudut demokrasi, masih dapat
menerima banyak perbaikan.
SUMBER:
http://www.masbied.com/2010/06/03/demokrasi/#more-2962
Tidak ada komentar:
Posting Komentar